
GO BACK THEOLOGY: IMPLIKASI CARA BERTEOLOGI KONTEK TIMUR
Dr. Imanuel Sukardi, M.Th
Pendahuluan
Richard Ngun mengatakan bahwa Agama-agama besar lahir di Timur dibawa ke Barat diolah di Barat oleh koki Barat diimpor ke Timur dikonsumsi orang Timur. Menurut penulis situasi tersebut menjadi salah satu penyebab banyak teologi Barat yang tidak relevan dan tidak sedikit yang tidak menjawab pertanyaan di konteks kehidupan Timur.
Teologi proper formulasi Barat dirancang untuk menjawab pertanyaan Allah bagaimana sehingga sarat membahas atribut-atribut-Nya seperti Maha tahu, Maha kuasa, Maha kasih dan lain-lain. Bagi orang Timur atribut-atribut Allah tersebut sudah dipahami sejak kanak-kanak jauh sebelum atau tidak perlu menunggu penjelasan dari para teolog. Orang Timur tidak mempertanyakan Allah bagaimana melainkan Allah di mana sehingga berbicara peran-peranNya dari tempat di mana Dia berada lebih relevan dari pada penjelasan sifat-sifatNya bagaimana. “Allah mboten sare” lebih relevan bagi orang Timur karena telah mewakili segala peranan-Nya sekaligus telah mencakup dan mengkait seluruh ke-Maha-anNya.
Beberapa masalah di atas secara otomatis menimbulkan beberapa pertanyaan antara lain: Bagaimana cara berteologi konteks Timur? Apakah Go Back Theology memiliki dasar-dasar alkitabiah secara akurat? Apakah yang dimaksud dengan Go Back Theology? Artikel pendek ini akan menguraikan bagaimana cara berteologi kontek Timur. Menjabarkan dasar-dasar alkitabiah Go Back Theology. Menjelaskan apa yang dimaksudkan dengan Go Back Theology. Meskipun Go Back Teologiy tidak bisa dikatakan hasil karya ilmiah tetapi penulis mengkontruksikan berdasarkan penyelidikan (kalau tidak boleh dikatakan penelitian) Alkitab sebagai pengajar teologi dan pengamatan lapangan sebagai utusan Injil secara bersamaan selama sejak tahun 1984 sampai hari ini (selama 36 tahun)
Teologia Barat atau Teologia Timur
Paul F. Knitter berpendapat semua jenis teologi berakar dalam biografi. Ada benarnya. Setiap teologia memilki latar belakang kontek yang berbeda sehingga memiliki relevansi yang berbeda bagi audien yang berbeda. Oleh karena itu antara teologi Barat dan teologi Timur tidak berbicara antara salah dan benar melainkan antara relevan dan tidak relevan. Kontruksi teologi Barat tentu lebih relevan bagi masyarakat Barat sebaliknya formulasi teologi Timur tentu peruntukan dunia Timur. Tetapi jika Alkitab sebagai satu-satunya sumber berteologi bagi kedua belah pihak maka kedua versi teologi tersebut menjadi kebenaran yang dibutuhkan di lingkungan masing-masing.
Teologi Barat dan teologi Timur tidak berbicara sejarah gereja atau tentang skisma masa lalu antara Gereja Barat dan Gereja Timur melainkan semata-mata berbicara cara berteologi Barat dengan cara berteologi Timur. Cara berteologi masing-masing tidak terlepas dari cara berpikir yang berbeda. Teologi Barat hasil dari proses cara berpikir abstrak sedang teologi timur hasil dari proses cara berpikir konkret. Orang timur tidak terbiasa dengan konsep-konsep yang berdiri sendiri sedang orang Barat tidak terbiasa dengan pemahaman yang berkait-kaitan. Misalnya menolong, bagi orang Barat merupakan perbuatan baik yang harus dilakukan. Tetapi bagi orang Timur menolong dilakukan karena apa yang ditabur adalah apa yang akan dituai dikemudian hari.
Bertelogi cara Timur adalah berteologi yang berangkat dari cara berpikir Timur yang kait-mengkait dengan berbagai kontek. Kait-mengkait berarti tidak tunggal, tidak individual, tidak berupa konsep-konsep yang berdiri sendiri dan tidak sama dengan sebab-akibat melainkan menyeluruh yang saling terhubung. Meminjam istilah David Robson cara berfikir Timur adalah holistik dan kolektip. Pola tersebut terinternalisasi dalam cara berpikir masyarakat Timur oleh karenanya tentu juga mewarnai cara memahami dan menerima pesan Alkitab.
Dalam Alkitab cara berpikir Timur bisa dicermati melalui beberapa contoh kasus. Misalnya, pada waktu Ayub mengalami musibah, teman-temannya tidak melihatnya sebagai masalah tunggal melainkan terakit dengan banyak faktor. Ketika bertemu orang buta sejak lahir (Yoh.9), baik Yesus maupun para murid tidak melihat kebutaan tersebut sebagai masalah yang berdiri sendiri. Para murid mengkaitkan dengan dua kemungkinan apakah karena dosa orang tuanya atau dosa orang itu sendiri, sedang Yesus mengkaitkan dengan pekerjaan Allah yang harus dinyatakan. Mengapa penolakan terhadap Yesus sampai berpuncak pada penyaliban meskipun mereka sudah melihat banyak mujizat, karena para oposan mengkaitkan Yesus dengan latar belakang-Nya sehingga mengkaitkan mujizat dengan Beelzebul.
Go Back Teology Cara Berteologi Konteks Timur
Chris Marantika menasehatkan perlu adanya teolog-teolog Indonesia yang meneladani Kosuke Koyama yang berani meninggalkan teologi Barat dengan memperjuangkan dan mempertahankan teologia ketimuran. Nasehat yang pantas diapresiasi karena berorentasi pada relevansi.
Go Back theology adalah sebuah teologi yang dikontruksi berbasis biblikal berhaluan kontekstual bercorak lokal berkesimpulan adanya kebenaran intrisik dominan dari asal kembali ke asal terkait secara permanen bersifat alami yang tidak alamiah. Alami karena memiliki kaitan tetap, tidak alamiah karena melalui proses. Tubuh dari debu kembali pada debu (Kej. 3: 19 bnd Mat. 10:28), jiwa dari Allah akan kembali kepada Allah (1 Tes. 4:13-18 bnd Wahyu 20: 5-6). Apa yang dari bawah kembali ke bawah, apa yang dari atas akan kembali ke atas (Yoh. 8: 22-23 bnd Mat. 22: 30). Apa yang dari manusia akan kembali kepada manusia sesuai jenis dan jumlahnya, baik atau buruk (Gal. 6:8 bnd Amsal 22:8 ), banyak atau sedikit (2 Kor. 9:6 bnd Luk. 6:38). Apa yang dari Allah akan kembali kepada Allah (Roma 11: 36 bnd Kolose. 1: 16).
David J. Hesselgrave memastikan bahwa setiap keputusan agamawi selalu berkaitan dengan relevansi yang tidak terlepas dari menjawab pertanyaan “apakah dasar-dasar untuk mengambil keputusan tersebut sah”. Oleh karena itu perlu adanya usaha perumusan kembali konsep-konsep teologis dengan mengikuti garis-garis haluan cara berpikir Timur yang holistik dan kolektip yang bertumpu pada kebenaran intrisik dominan dari asal kembali ke asal yang terkait secara permanen.
Konsep keselamatan rupanya layak mendapat prioritas untuk segera direkontruksi karena salah satu cabang teologi yang sangat strategis, praktis dan taktis. Mengapa ada banyak orang lebih rela kehilangan banyak uang, menyiksa diri bahkan mati sekalipun supaya bisa masuk surga dari pada menerimanya sebagai anugreah? Karena mereka tidak bisa melihat anugerah sebagai konsep yang berdiri sendiri tanpa terkait secara holistik. Mengapa bagi orang Timur pindah agama bukan hal yang mudah bahkan banyak yang harus dipertaruhkan? Karena bagi masyarakat Timur selain agama adalah milik masyarakat dan menjadi sandaran hidup bersama juga terkait dengan banyak faktor sosiologis dan metafisis yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain.
Oleh karena itu konsep keselamatan adalah konsep yang paling penting dan paling mendesak untuk dikontruksi ulang. Bagaimana manusia bisa kembali ke asalnya, dari Allah akan kembali kepada Allah. Karena adanya fakta manusia senantiasa tidak sanggup menolak dosa dan selalu gagal berbuat baik yang akan menuai sesuai dengan apa yang ditaburnya. Maka dari itu perlu pengantara yang datang dari Allah karena hanya yang datang dari Allah yang bisa membawa manusia kembali kepada Allah. Seperti halnya kawanan domba yang keluar dari kandang dan akan kembali ke kandang. Untuk bisa kembali ke kandang kawanan domba tidak bisa tidak perlu gembala yang baik, perlu jalan yang benar, perlu terang yang menerangi dan perlu pintu yang melaluinya bisa masuk. Itulah sebabnya Yesus menyatakan diri-Nya Akulah gembala yang baik, jalan kebenaran, terang dunia dan pintu masuk.
George W. Peters berkeyakinan kuat bahwa satu-satunya alasan paling dalam pemberitaan Injil adalah sifat-sifat Allah. Tetapi jika berbicara bagaimana orang Timur bisa mudah menerima Injil maka tidak bisa berangkat dari sifat-sifat Allah melainkan bertitiktolak dari paham dari asal akan kembali ke asal dengan segala kaitannya secara holistik. Lessile Newbigin menasehatkan bahwa supaya Injil mudah diterima salah satunya menuntut disampaikan dengan cara yang sesuai pola berpikir kelompok yang disapa.
Akhirnya perlu ditekankan di sini bahwa Alkitab ditulis di Timur oleh orang-orang Timur dengan cara berpikir Timur. Oleh karena itu untuk kepentingan relevansi dalam pemahaman dan pemberitaan firman perlu adanya usaha pendekatan dan perumusuan berkontek ketimuran. Go Back Teology yang sejatinya paham asal ke asal merupakan usaha kecil berharap besar sebagai pelatuk gerakan peralihan dari teologia Barat ke teologia Timur.
Daftar Pustaka
Garrison David, Church Planting Movement, Ricmond: Internasional Mission Board, 1999.
Gesler Norman dan David Gasler, Conversasional Evanggelism, Yogyakarta: Yayasan Glori dan Katalis, 2010.
Gillian Dean S. Pauline Theology and Mission Practice, Oregon: Wipf and Stock Publishers.
Marantika Chris, Principles and Practice of World Mission, Yogyakarta: Iman Pres.
Sukardi Imanuel, Strategi Penanaman Gereja Ekspansional, Jakarta: STT Baptis Jakrata.
PENERIMAAN MAHASISWA BARU